“HUBUNGAN ISTIMEWA ANTARA ORANGTUA DAN ANAK” Efesus 6:1-4
BAB 16 DARI BUKU : "ANDA ORANG ISTIMEWA"
Hai anak-anak,
taatilah orang tuamu di dalam Tuhan, karena haruslah demikian.
Hormatilah ayahmu dan
ibumu -- ini adalah suatu perintah yang penting, seperti yang nyata dari janji
ini: supaya kamu berbahagia dan panjang umurmu di bumi. Dan kamu, bapa-bapa,
janganlah bangkitkan amarah di dalam hati anak-anakmu, tetapi didiklah mereka
di dalam ajaran dan nasihat Tuhan.(Efesus 6:1-4)
A. Pendahuluan
Relasi
antara orang tua dan anak di zaman ini menjadi relasi yang tidak mudah. Tekanan
hidup membuat banyak orangtua menghabiskan lebih banyak waktu di luar rumah
demi mempertahankan hidup. Kondisi orang tua yang penuh dengan tekanan, tanpa
sadar dibawa ke rumah dan menjadi kondisi yang menekan anak. Sebuah siklus
kehidupan yang akhirnya membudaya di tengah masyarakat modern ini dan
sepertinya sudah diterima sebagai realita kehidupan yang tidak terhindarkan.
Sampai akhirnya banyak dijumpai relasi orangtua anak yang buruk dengan berbagai
macam bentuk. Kita pernah mendengar kekerasan orangtua terhadap anak yang
bahkan sampai menimbulkan kematian, kita juga mendengar tentang kekerasan anak
terhadap orang tua dengan berbagai alasan.[1]
Lebih
lanjut, Ledakan budaya 1960-an membuat keluarga takut dan pada level tertentu
panik. Anak-anak semakin liar dalam pengaruh seks, obat-obatan, dan rock ‘n
roll, dan dalam iklim budaya abad ke-21, semakin sulit saja untuk menjadi
orangtua yang efektif. Dalam periode yang disebut Era Informasi (Information Age) ini, kebanyakkan
informasi yang diterima anak-anak bertentangan dengan pandangan kitab suci,
terutama dalam hal menjadi pria atau wanita dewasa yang bertanggung jawab. Pandangan-pandangan
pluralistik yang disampaikan melalui televisi, film, internet, dan sistem
pendidikan kerapkali menimbulkan kebingungan dalam pemikiran anak muda. Sebuah
studi yang dilakukan oleh Center for Media and Public Affaiys membandingkan
pandangan penulis dan eksekutif pertelevisian Hollywood dengan mainstream Amerika tentang beberapa topik.
Hasilnya:
1.
Perzinahan: salah menurut
85% mainstream, hanya 49% dari public TV yang setuju.
2.
Aborsi: 59% mainstream
percaya bahwa ini boleh, Hollywood 87%.
3.
Tanpa Afialisasi
Keagamaan: 4% dari mainstream, 45% dari public TV.[2]
Di
usia 17 tahun, seringkali seseorang masuk ke dalam situasi keraguan, skeptik
dan tidak tahu mau kemana mengarahkan hidupnya, sehingga begitu banyak
kesulitan-kesulitan dan pemberontakkan yang timbul.[3]
Keadaan semacam ini dapat dikategorikan sebagai anak-anak yang sedang mencari
jati diri, tetapi bingung dan meraba-raba dan mencoba banyak hal. Hullet
mengatakan bahwa anak-anak kecil Anda bagaikan suatu kaset kosong yang
terus-menerus berputar dan merekam informasi.[4]
Ini
adalah persoalan yang serius bagi orangtua dan malapeta yang dahsyat bagi anak.
Persoalan yang serius oleh karena orangtua harus bekerja keras, mengupayakan
banyak hal untuk menjaga anak sehingga tidak terjerat atau terjerumus dalam
pengaruh zaman yang semakin bobrok ini. Malapetaka bagi anak adalah jika upaya
yang dilakukan oleh orangtua tadi gagal, maka anak akan mencari jalannya
sendiri dan mencoba menemukan jati dirinya sendiri dengan cara sendiri pula. Hal
ini sangat memprihatinkan, karena jika gagal dalam tiap generasi, maka mungkin
terjadi lahirnya generasi-generasi tanpa Tuhan.
Hubungan
orangtua dan anak yang istimewa adalah hubungan yang sifatnya interaktif dan
komunikatif. Hubungan ini adalah hubungan horizontal yang diakibatkan oleh
hubungan vertical yang baik dengan Tuhan. Hubungan ini dapat terjalin
terus-menerus jika ada hubungan yang tidak pernah putus dengan Tuhan, baik
orangtua maupun anak. Maka, hubungan dengan Tuhan yang mengakibatkan pengenalan
akan Tuhan itulah yang menjadi dasar hubungan yang harmonis antara orangtua dan
anak.
Maka
zaman futuris yang membawa banyak dampak negatif sehubungan orangtua dengan
anak, diperlukan sebuah evaluasi, pemulihan, komitmen untuk membangun hubungan
anak dengan orangtua secara biblical (Alkitab). Adanya standar Allah,
menjunjung tinggi ketaatan, displin, komunikasi harmonis antara anak dengan
orangtua. Dengan demikian akan lahir sensasi emas yang berlian.
B. Hubungan Istimewa
1.
Kewajiban
Anak
a. Taat
kepada orangtua
Hai anak-anak, taatilah orang tuamu di
dalam Tuhan, karena haruslah demikian (Ef 6:1). Dalam terjemahan Yunani kata
taat u`pakou,w, hupakouo yang berarti to listen, obedient.[5]
Kata ini menjelaskan taat berarti harus mendengar dengan sikap yang benar yakni
menyimak dengan seksama dan kemudian dilakukan. Mendegar nasihat dari orangtua,
bukan hanya sambil lalu, melainkan dihayati dan dilakukan. Menaati orangtua
merupakan suatu kewajaran alamiah. perintah bahwa anak-anak wajib menaati
orangtuanya adalah penyataan khusus dari Allah, menjadi “hukum wajar” yang
ditulis Allah di hati nurani semua manusia. Hukum itu berlaku di setiap
masyarakat, terlebih lagi di masyarakat kristen. Seorang anak wajib menaati
orangtuanya tak usah dipersoalkan, karena menaati orangtua adalah tuntutan akal
sehat; kewajiban anak untuk menaati dan menghormati orangtua.[6]
Lebih lanjut, ketaatan ini memiliki standar yang tak ternilain oleh nalar
manusia yang berdosa. Ketaatan kepada orangtua yang dimaksud merupakan
manifestasi dari ketaatan kepada Tuhan. Maka, dikatakan bahwa taatilah
orangtuamu di dalam Tuhan. Alasan ini juga merupakan suatu penerapan tema dari
seluruh bagian, yaitu “rendahkanlah dirimu seorang kepada yang lain di dalam
takut akan Kristus” (Ef 5:21). Inilah keharmonisan dalam keluarga yakni
anak-anak taat kepada orangtua dalam Tuhan.[7]
Sutjipto
Subeno mengemukakan beberapa hal mengenai gambaran ketaatan kepada orangtua,
antaralain sebagai berikut:
- Ketaatan pada orang tua
membentuk satu relasi penundukan diri (submitting
relationship). Relasi dimana kita merelakan diri untuk mau mendengar
orang tua dan tahu masih ada otoritas/ordo yang lebih tinggi dari kita.
- Penundukkan diri kepada
orang tua di dalam struktur dependensi. Penundukan dikarenakan kita
bergantung mutlak kepada orang tua kita. Ini merupakan satu natur,
seperti yang Alkitab katakan, “Haruslah memang demikian.”
- ketaatan kepada orang tua
yang merupakan gambaran relasi figuratif. Ketika seorang anak diharuskan
taat kepada orang tuanya, itu karena orang tua kita masing-masing
merupakan model yang sesungguhnya di dalam Tuhan. Bagaimana orang tua kita
hidup, maka begitulah seharusnya kita hidup. [8]
b.
Menghormati orangtua
Meskipun zaman berisikan kemajuan dan kebebasan yag luar biasa, tetapi
anak-anak supaya tetap mentaati orangtuanya di dalam Tuhan. Dalam terjemahan
Yunani, hormat berarti τιμαω, timao yang
berarti honour, value.[9]
Kata ini menjelaskan mengenai bagaimana sikap menghargai dan menghormati yang
tidak hanya dimulut tetapi nampak juga dalam perbuatan. Rasa hormat yang
dilakukan kepada orangtua adalah suatu perintah dan itu merupakan salah satu
butir hukum taurat yang dikutip Rasul Paulus.[10]
Kata τιμαω, timao menjelaskan
mengenai suatu perintah yang harus dilakukan dan itu wajib hukumnya. Perintah
ini sangat penting, bahkan dalam Ulangan 5:16 diulangai sekali lagi sebagai
penegasan bahwa perintah itu harus dilakukan. Menghormati orangtua berarti
lebih daripada menaati. Rasa hormat berarti menghargai yang terwujud dalam tindakan
yang mengasihi, memelihara, dan berusaha mendatangkan hormat melalui cara hidup
kepada orangtua.[11]
Menghormati orangtua berarti menghargainya waktu masih hidup. Menghargai
orangtua pada waktu sehat dan sakit, buka pada waktu mereka sudah mati. Ada
beberapa daerah yang sangat menghormati orangtua mereka pada waktu sudah mati
dengan membangun kuburan yang megah. Ini tidak salah, asalkan pada waktu hidup
mereka juga dihargai. Sikap hormat anak kepada
orang tua, tidak ditentukan oleh sebuah persyaratan, apakah orangtuanya baik
atau tidak, tetapi merupakan sebuah keharusan karena sudah diperintahkan Tuhan
dalam hukum Taurat (Kel. 20: 12). Maksud
dari sikap menghormati orang tua, dijelaskan dalam maksud dari Titah V
yang tertulis dalam Katekhismus kecil Marthin Luther, yaitu kita harus takut
serta kasih kepada Allah, sebab itu jangan kita bersikap remeh terhadap orang
tua kita, terhadap pemerintah dan terhadap orang yang lebih tua. Jangan kita
menimbulkan kemarahan mereka, tetapi hendaklah kita selalu menghormati dan
mengasihi mereka, menuruti dan menyelami jiwa mereka, serta senantiasa berbuat
baik kepada mereka.[12]
Menghormati orangtua, berarti mendengarkan nasihatnya, berusaha menyenangkan
dan memelihara oragtua dengan sebaik-baiknya. Orangtua, ayah sebagai wakil
Kristus mempunyai hak, dalam bahasa Yunani πατηρ, pater artinya hak kebapaan. Jika prinsip hubungan anak dengan
orangtua dijalakan maka keluarga Kristen menjadi keluarga harmonis, bahagia
(heaven on earth).
c. Akibat
taat dan hormat kepada orangtua
Akibat dari taat dan hormat kepada orangtua
ada janji Tuhan tentang kebahagiaan dan umur yang panjang akan mengikuti
sepanjang hidup. Jadi, kebahagiaan dan umur panjang adalah akibat dari taat,
maka tidak dapat dijadikan sebagai tujuan. Salah, apabila ada pemikiran bahwa
rahasia kebahagian dan umur panjang adalah taat dan hormat kepada orangtua. Ini
akan mengakibatkan suatu tindakan taat dan hormat yang penuh manipulasi, yakni
taat dan hormat karena berkat, bukan karena perintah Firman Tuhan atau kasih
kepada orangtua. Hal ini sama juga dengan beberapa orang Kristen yang mengikuti
Tuhan Yesus hanya mencintai berkatNya, bukan mencintai sumber berkat (Tuhan). Makna
yang terkandung dari kata kebahagiaan dan panjang umur adalah:
- Berbahagia: Terjemahan
Yunani dari kata berbahagia adalah ευ, eu, artinya prosper.[13]
Kata ini menjelaskan mengenai kehidupan yang selalu berhasil dan menjadi
makmur.
- Panjang umur:
Terjemahan Yunani dari kata panjang umur adalah μακροχρονιος,
makrochronios, artinya long lived[14].
Kata ini menjelaskan mengenai durasi yang panjang seorang hidup dalam
dunia ini.
Inilah berkat dari Allah bila kita
mengasihi orangtua dengan tulus. Berkat dari Allah ini dapat terealisasi jika
taat dan hormat yang dilakukan dengan benar sebagai respon kepada Firman Tuhan.
Mazmur 112:1-3 menyatakan: Haleluya! Berbahagialah orang yang takut akan TUHAN,
yang sangat suka kepada segala perintah-Nya. Anak cucunya akan perkasa di bumi;
angkatan orang benar akan diberkati. Harta dan kekayaan ada dalam rumahnya,
kebajikannya tetap untuk selamanya.
2.
Kewajiban
Orangtua
Di
atas sudah dijelaskan kewajiban sebagai seorang anak terhadap orangtua,
sekarang kewajiban orangtua terhadap anak. Sebagaimana anak harus taat dan
hormat kepada orangtua, sebaliknya oragtua juga jangan membangkitkan amarah
anak dan harus mendidik anak dalam takut akan Tuhan.
a.
Oranguta jangan membangitkan
amarah anak
Dalam
terjemahan Yunani membangkitkan amarah adalah παροργιζω, parorgizo, artinya provoke (menghasut, menggusarkan).[15]
Kata menjelaskan mengenai sifat menggusarkan atau sebagai pemicu yang
merangsang timbulnya kemarahan. Karena kata ini ditujukan kepada orangtua/ ayah
dalam hal ini maka sebagai orangtua jangan menjadi provokator yang menghasut
sehingga timbullah kemarahan dalam hati anak, oleh karena dalam pribadi setiap
anak ada kepribadian yang harus dihormati, maka sebagai orangtua jangan
menyalahgunakan otoritasnya. Orangtua jangan memberi tuntutan keras atau
perintah yang tidak sepadan dengan tingkat usia anak, apalagi yang
pengalamannya masih terbatas, juga perlakuan keras atau kejam, sikap pilih
kasih dan memanjakan atau menindas prakarsa atau kebijakan anak berkarya,
sindiran, dan ejekan akan berakibat sama, yaitu bangkitnya amarah.[16]
Orangtua jangan membagkitkan amarah anak dengan cara mengganggu atau
mempermainkan anak, sebaliknya sejak dini orangtua bersikap dan membuat sopan,
hormat dan bijaksana terhadap anak-anak.
Ada
beberapa hal yang membuat seorang anak menjadi marah, antara lain:
o Menjadikan
mereka tawar hati dengan melakukan hal yang berbeda dengan apa yang sudah
mereka katakan.
o Selalu
menyalahkan dan tidak pernah memuji.
o Plin-plan
dan tidak adil dalam hal disiplin, dan dengan bersikap pilih kasih di dalam
keluarga.
o Membuat
janji-janji dan tidak menepatinya
o Menganggap
remeh persoalan-persoalan yang bagi anak-anak merupakan hal penting.[17]
Sebagai
orangtua yang bijaksana dan mengenal zaman yang berubah maka jangan menjadi
provokator. Jika orangtua menjadi provokator maka akan merusak hubungannya
dengan anak. Hubungan yang rusak menciptakan kehidupan keluarga yang tidak
harmonis, karena tidak ada komunikasi yang interaktif antara orangtua dan anak.
Anak yang tidak mempunyai pengalaman bila sedang mengalami masalah maka akan
pergi mencari informasi diluar rumah dan umumnya mendapat informasi yang salah.
Anak-anak kemudian terjerumus dalam banyak hal yang negatif dan merugikan diri
mereka. Anak-anak semakin terpuruk dan hal ini juga mendatangkan kerugian bagi
orangtua, yakni merasa kecewa dan frustasi dengan anak yang liar.
Dengan
demikian maka, menyadari akan dampak yang buruk dari membangkitkan amarah anak
orangtua harus bijak dan tidak menjadi provokator dalam rumah. Dapat terjadi
bahwa orangtua sekedar bermain-main dengan cara otoriter dan melukai hati
anak-anak.
b.
Orangtua supaya mendidik di
dalam ajaran dan nasihat Tuhan
Di
atas dijelaskan bahwa orangtua jangan membangkit amarah anak, maka yang harus
dilakukan adalah mendidik anak. Dalam Ulangan 6:6-7 dikatakan bahwa “Apa yang
kuperintahkan kepadamu pada hari ini haruslah engkau perhatikan, haruslah
engkau mengajarkannya berulang-ulang kepada anak-anakmu dan membicarakannya
apabila engkau duduk di rumahmu, apabila engkau sedang dalam perjalanan,
apabila engkau berbaring dan apabila engkau bangun.” Yang dipakai untuk
mendidik adalah Firman Tuhan, karena bermanfaat untuk mengajar, menyatakan
kesalahan, memperbaiki kelakuan, dan mendidik dalam kebenaran (1 Tim 3:16).
Firman Tuhan (Alkitab) sangat bermanfaat karena merupakan ilham Allah, yakni
perintah yang sempurnah.
Dalam
terjemahan bahasa Yunani kata mendidik adalah εκτρεφω, ektrepho, artinya nourish.[18] Kata
ini menjelaskan bahwa mendidik itu sama halnya dengan memelihara atau memberi
makan. Perinsip memberikan makan adalah, jika kita ingin anak bertumbuh sehat
secara jasmani maka haruslah diberikan makanan yang bersih, baik dan bergizi;
sebaliknya pertumbuhan rohani harus memberikan makanan rohani yaitu firman
Tuhan. Mendidik adalah memelihara maka Alkitab seumpama makanan yang sempurnah,
tetapi makanan yang sempurnah itu juga harus ditafsirkan dengan baik dan benar.
Makanan yang tidak baik mengakibatkan orang sakit, begitu juga ajaran yang
tidak benar akan menghasilkan perilaku yang tidak benar pula. Maka sebagai
orangtua harus mendidik anak dengan ajaran yang benar sesuai dengan Firman dan
tujuan Tuhan, selain itu orangtua harus menjadi contoh bagi anak-anak dalam
membiasakan membaca, merenungkan, dan melakukan Firman Tuhan secara nyata dalam
kehidupan sehari-hari.
o Ajaran
Terjemahan
bahasa Yunani untuk ajaran παιδεια, paideia
artinya:
the whole training and
education of children (which relates to the ultivation of mind and morals, and
employs for this purpose now commands and admonitions, now reproof and
punishment) It also includes the training and care of the body.[19]
Kata ajaran ini menjelaskan mengenai suatu pendidikan yang transformatif
mengubah dan membentuk moral menjadi baik. Pengajaran tidak hanya memberikan
informasi-informasi dan teori-teori mengenai moralitas, tetapi juga menuntut
seorang anak untuk melakukannya. Orangtua yang bijaksana dapat diidentifikasi
lewat gaya hidupnya, mereka tidak hanya bicara tetapi itu terwujud dalam
kehidupan nyata. Hal yang demikian seharusnya dimiliki oleh orangtua-orangtua
masa kini, supaya anak-anak mau mengikutinya. Perkataan tanpa perbuatan yang
diterapkan kepada anak, tidak akan menghasilkan apa-apa. Sebaliknya, jika
perkataan sesuai dengan perbuatan akan menghasilkan sesuatu yang luar biasa
yakni anak itu akan mengalami transformasi dalam Tuhan Yesus.
Orangtua mengajar
dan memberi
teladan kepada anak-anak tentang:
-
Mengucapkan terimakasih
kalau diberi sesuatu
-
Kebiasaan minta maaf
kalau ada kesalahan
-
Mengatakan anak sekali
kalau diberi makan
-
Meminjamkan mainan kepada
teman
-
Berbagi makanan
-
Bekerja di rumah atau
kebun
-
Cuci piring setelah makan
-
Membuang sampah pada
tempatnya
o Nasihat
Tuhan
Dalam
bahasa terjemahan Yunani nasihat adalah νουθεσια, nouthesia artinya admonition.[20]
Kata ini menjelaskan mengenai nasihat sebagai suatu peringatan, teguran yang
baik yang berasal dari Tuhan. Nasihat Tuhan berarti nasihat yang bersumber dari
Alkitab. Menasihatkan dengan waktu, tempat dan cara yang tepat. Firman Tuhan
menyatakan: Siapa banyak memberi berkat, diberi kelimpahan, siapa memberi minum, ia
sendiri akan diberi minum (Ams 11:25).
Glenn Clark adalah
salah seorang guru terbesar dari abad lampau dalam hal kehidupan doa. Ia
berkata bahwa setiap anak datang ke dalam dunia dengan membawa “surat dalam
amplop yang tertutup.” Itu berarti bahwa orangtua harus membimbing anak mereka
masing-masing di bawah pimpinan Roh Kudus. Semua orangtua harus menyesuaikan
diri kepada kenyataan yang kadang-kadang sukar disadari, yaitu setiap anak
berlainan dan sementara mereka bertumbuh menjadi dewasa, anak itu makin hari
makin berbeda kehidupannya. itu tidak berarti bahwa dalam suatu keluarga
tiap-tiap anggotanya hanya memperjuangakan kehendak perorangan saja, tetapi itu
berarti bahwa perbedaan-perbendaan yang ada dalam tabiat dan pembawaan
anak-anak menandakan adanya perbedaan arah kehidupan yang telah ditentuka Allah
untuk mereka masing-masing.[21]
Oleh karena setiap
anak berbeda-beda maka nasihat Tuhan yang berdasarkan petunjuk Alkitab harus
dilakukan. Dengan cukup realitas Alkitab melihat, bahwa kemauan melawan sudah
begitu mendalam dalam hati seorang anak, sehingga diperlukan “tongkat didikan”
untuk mengusir itu dari padanya (Ams 22:15). Dengan demikian anak-anak mengerti,
bahwa di belakang perintah ada sanks, sehingga tidak mempermainkan perintah.
Orangtua hendak konsekuen, supaya jangan meruntuhkan wibawa sendiri karena
lalai. Mendidik harus tekun. Itu bukan hasil sehari. Mendidik harus dengan
sabar, berulang-ulang, namun konsekuen. Ada yang mendidik terlalu keras
sehingga menimbulkan amarah/ sentiment dalam hati anak (Ef 4:6). Hati anak
menjadi tawar/ tanpa semangat (Kol 3:21). Ia merasa tertekan, sehingga jiwanya
menjadi bengkok. Ada anak lain yang jiwanya bengkok, karena terlalu dimanjakan
dan dididik lembek-lembek, sehingga besok mati angin. Pendidikan adalah suatu
seni yang tinggi. Hanya yang mengalami Allah Bapa sebagai pendidik sanggup
mendidik anak-anaknya dengan cara yang tepat (Maz 103:13-14).[22]
C. Relasi Taat dan Kasih
Sebagai
seorang anak harus taat kepada orangtua; sebaliknya orangtua harus mengasihi
anaknya dengan jalan mendidik mereka dalam ajaran dan nasihat Tuhan. Taat dan
kasih adalah dua hal yang integral, harus diwujudkan bukan sebagai pilihan
tetapi sebagai keharus dalam menjalankan perintah Tuhan. Taat dan kasih merupakan
wujud hubungan yang istimewa dalam keluarga, secara khusus orangtua (ayah) dan
anak akan harmonis. Paling tidak akan menghasilkan beberapa hal, antarlain:
1.
Pada waktu anak mencari solusi
dari persoalannya maka akan datang kepada orangtua untuk bertanya.
2.
Anak tidak akan liar
melainkan akan stabil karena mengetahui bahwa orangtua bisa dijadikan tempat
pengaduan.
3.
Orangtua tidak akan
frustasi karena anak akan taat dan hormat kepadanya sebagai akibat dari didikan
yang benar.
Dalam
membina keluarga suami mewakili Kritus sebagai kepada rumah tangga yang tidak
kelihatan. Alkitab memberikan kedudukan sebagai imam rumah tangga pada setiap
suami, dan isteri sebagai penolong (Kel 12:26-27; Ul 6:6-9; Yos 4:6-8; 1 Petr
2:5-10). Seorang suami tidak hanya wajib menjamin keperluan jasmani rumah
tangga melainkan juga kebutuhan rohani. Mendidikan anak dalam ajaran dan
nasihat Tuhan (Ef 6:4) dipentingkan Tuhan demikian rupa, sehingga tiap anak
diberikanNya dua orang yang mendidik.
Mendidik
tidak lepas dari kesalahan dan kegagalan. Namun anak-anak tidak menuntut
orangtuanya sempurnah melainkan jujur. Mengakui kesalahan dengan terbuka di
hadapan anak dan meminta ampun kepadanya, kalau perlu sama sekali tidak menghilangkan
kewibawaan orangtua, melainkan sebaliknya: menghasilkan kepercayaan yang lebih
dalam.[23]
Dengan demikian maka akan tercipta hubungan antara anak dengan orangtua yang
harmonis karena sebagai anak menjadikan ketaatan sebagai dasar; sedangkan
orangtua kasih sebagai dasar.
D. Penutup
1.
Kesimpulan
a.
Zaman telah banyak
berubah dan menganggap aborsi, free seks, sebagai sesuatu yang wajar dan
menyetujui untuk dilakukan. Orangtua menindas anak; begitu pun juga sebaliknya.
Artinya zaman ini telah berubah kearah yang bobrok dan kacau
b.
Hubungan yang harmonis
antara orangtua dan anak adalah wujud dari taat dan kasih, yakni anak taat
kepada orangtua dan orangtua mengasihi anak.
c.
Taat kepada orangtua
adalah perintah Tuhan, dan itu kebaikan kepada anak karena kebahagiaan dan umur
panjang menjadi miliknya.
d.
Hubungan yang harmonis
menciptakan komunikasi yang interaktif antara orangtua dan anak, yang nampak dari
rasa saling percaya dan transparan.
e.
Taat dan kasih adalah
bagian yang integral dan mendatangkan dampak positif bagi hubungan orangtua dan
anak.
f.
Kasih orangtua harus
diwujudkan dengan tidak membangkitka amarah dalam hati anak.
2.
Aplikasi
a.
Marilah kita sebagai
orangtua dan anak peka terhadap perubahan zaman yang menyesatkan dengan segala
pemikiran yang mewajarkan segala bentuk dosa.
b.
Marilah kita sebagai
seorang anak yang taat kepada orangtua seperti kepada Tuhan, tidak dengan
manipulasi atau kepalsuan tetapi dengan motif yang murni untuk kemuliaan Tuhan.
c.
Marilah sebagai orangtua
supaya tidak membangkitkan amarah dalam hati anak, melainkan mendidik dalam
ajaran dan nasihat Tuhan.
d.
Marilah kita wujudkan
relasi yang istimewa ini sebagai gaya hidup Kristen yang sejati, sebagaimana
yang dicantumkan dalam Alkitab yakni taat dan kasih.
Dengan
demikian, keluarga Kristen menjadi keluarga yang unik di tengah zaman ini,
dapat menjadi keluarga bahagia, harmonis, dan bermasa depan cemerlang. Keluarga
adalah sorga di bumi, semua pihak dalam keluarga berusaha memelihara dan
mewujudkannya. Keluarga bahagia akan menghasilkan anak-anak bahagia da bermasa
depan, juga akan mewujudkan gereja dan bangsa harmonis.
[2] Ross Camplbell dan Rob
Suggs, Pandua menjadi orangtua idaman (Tangerang:
Visimedia, 2006), iii-x, 150-151
[3] Stephen Tong, Pemuda dan Krisis Zaman (Jakarta:
Lembaga Reformed Injili Indonesia, 1996),1
[4] Les Parrott III dan Les
Parrott Sr, Kehidupan yang Anda inginkan
dari anak-anak Anda (Batam: Interaksara, 2005),22
[5] Leksikon Yunani
<5219>
[6] John R. W. Stott, Efesus: Mewujudkan masyarakat baru di dalam
dan melalui Yesus Kristus, (Yayasan Komunikasi Bina Kasih, 2003), 227
[7] Warren W. Wiersbe, Kaya di dalam Kristus, (Bandung: Kalam
Hidup),142
[10] Keluaran 20:12:
“Hormatilah ayahmu dan ibumu....,”
[11] Warren W. Wiersbe, Kaya di dalam Kristus, (Bandung: Kalam Hidup),142
[13] Leksikon Yunani <2095>
[15] Leksikon Yunani
<3949>
[16] John R. W. Stott, Efesus: Mewujudkan masyarakat baru di dalam
dan melalui Yesus Kristus, (Yayasan Komunikasi Bina Kasih, 2003), 234
[17] Warren W. Wiersbe, Kaya di dalam Kristus, (Bandung: Kalam
Hidup), 145
[18] Leksikon Yunani <1625>
[21] Larry Christenson, Keluarga Kristen, Semarang: Yayasan
Persekutuan Betania, 1992. Hal. 63
[22] Volkhard dan Gerlinde Scheunemann, Hidup sebelum dan sesudah Nikah, Batu: Departemen Multimeda bg.
Literatur YPPII, 2008. Hal. 86-87
[23] Volkhard dan Gerlinde Scheunemann, Hidup sebelum dan sesudah Nikah,… Hal. 84-87
Komentar
Posting Komentar